OPINION
PARA PIHAK.
PENGGUGAT (badan hukum
perdata berbentuk perseroan terbatas, memiliki hak pengusahaan hutan yang
bergerak dibidang ekspor kayu jenis meranti)
TERGUGAT PT. YYY.
RANGKUMAN POSITA PENGGUGAT :
Bahwa Penggugat adalah badan hukum perdata berbentuk perseroan
terbatas yang memiliki Hak Penguasaan Hutan (HPH) tahun 1974, yang oleh
masyarakat dikenal dengan ex PT. XXX bergerak
dibidang ekspor kayu-kayu log jenis meranti., kemudian untuk memperlancar
usahanya Penggugat membangun Jalan Loging yang dulunya dilewati Truck PT. XXX .,
yang terbentang Horizontal ke arah Timur sampai ke tepi Sungai Lematang
sebagai titik nol, sepanjang 27.700 m (terbilang dua puluh tujuh
ribu tujuh ratus meter) dengan Lebar sepangjang 20 m (terbilang dua puluh
meter) yang lokasinya sekarang terletak di Desa Padang Bindu Kecamatan Benakat
Kabupaten Muara Enim Propinsi Sumatera Selatan.
Bahwa ternyata Jalan PT. XXX ., dibangun
diatas tanah milik Masyarakat Adat Marga Benakat oleh
karenanya Penggugat harus melepas tanah dengan mengganti rugi tanam tumbuh dan
gubuk milik masyarakat sebesar Rp. 1000/m2 (terbilang seribu
rupiah per meter bujur sangkar).
Oleh karena penggugat merasa memiliki hak pengusahaan
hutan yang lokasinya Ex PT. XXX , dan merasa membangun jalan loging truck PT. XXX
sepanjang
27.700 m (terbilang dua puluh tujuh ribu tujuh ratus meter) dengan Lebar sepangjang
20 m (terbilang dua puluh meter) dan pernah melakukan
ganti rugi kepada masyarakat dalam rangka pemakaian tanah untuk pembagunan
pelebaran jalan, maka seolah-olah Penggugat memiliki hak milik atas jalan,
sehingga siapapun yang melewati jalan Ex PT. XXX ., harus minta izin dan
membayar uang sewa kepada Penggugat.
Bahwa Tergugat medapat
hak guna usaha untuk membangun kebun kelapa sawit yang lahannya terletak di
kanan-kiri Jalan PT. XXX sepanjang 6.500
m (enam ribu lima ratus meter) sejak tahun 1996 oleh karenanya Tergugat
dianggap melakukan perbuatan melawan hukum dan harus membayar ganti rugi atas
pemakaian dan perusakan jalan Ex PT. XXX., dalam bentuk sewa yang dianggap
milik Penggugat.
ISU HUKUM :
1.
TENTANG KEPEMILIKAN TANAH JALAN OLEH PENGGUGAT
2.
TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PEMAKAIAN TANAH
JALAN.
3.
TENTANG GANTI RUGI DALAM BENTUK SEWA
ANALISA HUKUM
I.
TENTANG KEPEMILIKAN TANAH JALAN PT. XXX.
DALAM KONSEP PEMEGANG HPH.
"Hak Pengusahaan Hutan" adalah hak untuk mengusahakan hutan di dalam suatu
Kawasan Hutan yang meliputi kegiatan-kegiatan penebangan kayu, permudaan dan
pemeliharaan hutan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan sesuai dengan Rencana
Karya Pengusahaan Hutan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku serta
berdasarkan azas kelestarian hutan dan azas perusahaan.(Pasal 1 ayat (1) PP 21
tahun 1970)
Pemegang Hak Pengusahaan
Hutan (HPH) adalah Badan Hukum Indonesia baik perusahaan negara, perusahaan
swasta maupun perusahaan campuran yang didirikan berdasarkan hukum indonesia
yang diberi hak Pengusahaan oleh Menteri Kehutanan melalui Surat Keputusan Hak
Pengusahaan Hutan sebagai izinnya yang berkewajiban melaksanakan
pengusahaan hutan atas Areal Kerja Pengusahaan Hutan.
Pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) pada
hutan alam masa orde baru hanya dilakukan melalui
mekanisme permohonan kepada dirjen kehutanan dan guna menindak lanjuti
permohonan tersebut dirjen kehutanan melakukan rapat khusus untuk mendapatkan penilaian dari Tim teknis pemberi IUPHHK
(dahulu Tim Teknis HPH) yang dilanjutkan dengan dilakukannya Perjanjian Pendahuluan. Setelah
melakukan perjanjian pendahuluan pemohon dan dirjen kehutanan melakukan survey areal yang hasilnya akan
digunakan untuk menyusun Feasibility
Report dan penetapan batas-batas.
Jika Feasibility Report
yang diajukan Pemohon disetujui maka dilakukan Perjanjian antara pemohon dengan
ditjen yang di sahkan oleh dirjen kehutanan, perjanjian ini disebut Forestry Agreement
(ICW:kertas kerja no. 6: evaluasi mekanisme
perizinan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam dan hutan tanaman)
Dalam konteks Gugatan
yang diajukan oleh Penggugat rol perkara No. --, dapat kita ketahui bahwa usaha untuk mendapatkan “Hak
Pengusahaan Hutan” berdasarkan dalil Posita butir 1 (satu), dimulai Penggugat
dengan melakukan aktivias survey areal seperti apa yang didalilkan dalam posita
butir 2 (dua),
Sedang untuk memenuhi
prasyarat awal dalam proses pengajuan “Hak Pengusahaan Hutan” yang akan dilampirkan
dalam Feasibility Report guna
Pengikatan perjanjian Forestry Agreement
maka kemudian dibuat Rencana Karya
Pengusahaan Hutan yang didalamnya mencantumkan salah satu rencana
Pembangunan Jalan PT. XXX yang
terbentang horizontal mulai dari perbatasan sebelah Timur HPH PT. XXX sampai ke tepi sungai lematang sebagai titik
nol sepanjang 27. 700 m (dua puluh tujuh ribu tujuh ratus meter) dengan lebar
20 m (dua puluh meter).
Dalam posita butir 3
(tiga) dan butir 4 (empat) gugatan Penggugat menjelaskan proses pembangunan
Jalan PT. XXX yang dimulai dengan
terlebih dahulu melepaskan hak masyarakat sampai pada pembangunan Jalan PT. XXX
oleh Penggugat.
Bahwa dalam dalil
Penggugat pada posita butir 8 (delapan), yang pada pokoknya menyatakan “bahwa perbuatan Tergugat yang telah
memakai dan merusak jalan PT. XXX adalah
perbuatan melawan hukum terhadap milik Penggugat” menunjukan dengan tegas
dan jelas bahwa Penggugat mendalilkan Jalan PT. XXX merupakan hak milik Penggugat.
Bahwa berdasarkan Pasal
8 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan
Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan yakni : Dalam Kawasan Hutan dapat dibuka tanah baik untuk penanaman bahan
makanan guna keperluan sendiri maupun untuk bangunan-bangunan, jalan-jalan
darat dan air, jembatan-jembatan dan lain-lain yang langsung diperlukan dalam
pelaksanaan pengusahaan hutan tersebut, satu dan lain sebagaimana tercantum
pada Rencana Karya Pengusahaan Hutan.
Bangunan-bangunan, jalan-jalan darat dan air,
jembatan-jembatan tersebut diatas menjadi milik Negara pada waktu Hak
Pengusahaan Hutan berakhir. Memberikan
aturan bahwa jika HPH yang dipegang oleh Penggugat berakhir maka sarana dan
prasarana yang telah dibangun menjadi milik negara.
Bahwa dalil Penggugat
pada posita butir satu ada menyatakan kalimat “sekarang oleh masyarakat
setempat dikenal dengan Ex PT. XXX “ yang secara eksplisit maupun emplisit dapat diketahui bahwa HPH dari PT. XXX telah berahir oleh karenanya semua sarana dan
prasarana termasuk Jalam PT. XXX menjadi
milik negara.
DALAM KONSEP PERSEROAN
TERBATAS
Bahwa Penggugat merupakan
Badan Hukum yang bergerak dibidang ekspor kayu-kayu log jenis meranti yang
berlokasi di EX PT. XXX sehingga menjadi kebutuhan dan kewajiban serta
kewajaran kemudian jika Penggugat
membangun jalan yang dulunya merupakan jalan PT. XXX
Bahwa semua hak atas
tanah mempunyai fungsi sosial (vide Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1960 “UUPA”), sedang
yang dimaksud dengan fungsi sosial tanah adalah penggunaan tanah harus
disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari pada haknya hingga bermanfaat baik
bagi yang mempunyai maupun bagi masyarakat dan negara
Bahwa penggunaan tanah
yang diperuntukan sebagai jalan tranportasi merupakan satu implementasi dari
konsepsi yang terkandung didalam pengertian dan penjelasan Pasal 6 UU. No. 5
Tahun 1960 “UUPA” tentang fungsi sosial tanah tersebut diatas, sehingga baik
secara hukum maupun kepatutan Tergugat sama sekali tidak melakukan Perbuatan
Melawan Hukum seperti apa yang didalilkan Penggugat.’
Bahwa walaupun Penggugat
telah mendalilkan melakukan pelepasan hak tanah masyarakat yang diperuntukan
bagi jalan dengan cara melakukan ganti rugi,
tetapi secara hukum Penggugat tidak mempunyai hak milik atas tanah yang
saat ini dijadikan jalan, hal ini telah dijelasakan dalam ketentuan pasal 21 ayat 2 UUPA yakni “demikian
juga pada dasarnya badan-badan hukum tidak dapat mempunyai hak milik atas
tanah”. sehingga apa yang dalilkan Penggugat pada posita butir nomor 8 halaman 2 yang menyatakan Tergugat telah
melakukan perbuatan melawan hukum karena telah memakai dan merusak jalan diatas
milik Penggugat adalah dalil yang mengada-ada, tidak berdasar dan menyesatkan.
DALAM KONSEP HAK
PENGELOLAAN TANAH
Bahwa jika dalil
Penggugat dalam posita butir 8 (delapan), yang pada pokoknya menyatakan “bahwa perbuatan Tergugat yang telah
memakai dan merusak jalan PT. XXX adalah
perbuatan melawan hukum terhadap milik Penggugat” Pendasaran hak milik pada “Hak pengelolaan tanah”
sebagaimana Pasal
2 PMA No 9 /1965 menyatakan bahwa ”Jika
tanah negara selain dipergunakan untuk kepentingan-kepentingan
instansi-instansi itu sendiri, dimaksudkan juga untuk dapat diberikan
dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan tersebut di atas
dikonversi menjadi hak pengelolaan, berlangsung selama tanah tersebut
dipergunakan untuk keperluan instansi yang bersangkutan” maka dengan
berahirnya HPH PT. XXX mensyaratkan
pula berahirnya Hak Pengelolaan Tanah Jalan PT. XXX .
KESIMPULAN
Bahwa berdarkan uraian
diatas dapat ditarik satu kesimpulan bahwa Jalan PT. XXX sebagai sarana tranportasi yang digunakan
setelah berahirnya HPH PT. XXX menjadi
milik negara, selain itu Badan Hukum dalam bentuk perusahaan tidak dapat
memiliki hak milik atas tanah.
Bahwa berdasarkan
kesimpulan tersebut diatas maka Penggugat tidak mempunyai Kompetensi
dan kualitas untuk melakukan Gugatan
ini.
II.
TENTANG
PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PEMAKAIAN TANAH JALAN.
Perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan yang melanggar hak
subjektif orang lain atau satu perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban
hukum dari pelaku baik telah diatur dalam undang-undang maupun yang
bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban.
Perbuatan
melawan hukum diatur dalam pasal 1365 BW memuat ketentuan sebagai berikut :
“Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh
karenanya menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena
kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian”
Dari pengertian tersebut diatas dapat diketahui unsur-unsur PMH
sebagai berikut :
1. Perbuatan melawan undang-undang
2. Harus ada kesalahan, syarat kesalahan ini dapat diukur
secara objektif maupun subjektif.
3. Harus ada kerugian yang ditimbulkan.
4. Adanya hubungan causal antara perbuatan dan kerugian.
Berdasarkan uraian diatas dan jika
dihubungkan dengan dalil Penggugat dalam posita butir nomor 8
halaman 2 yang pada pokoknya menyatakan “Tergugat telah melakukan perbuatan
melawan hukum karena telah memakai dan merusak jalan diatas milik Penggugat” dapat diuraikan sebagai berikut :
Pertama, tentang
perbuatan melawan undang-undang, Bahwa Jalan PT. XXX bukanlah milik Penggugat, melainkan jalan umum
yang dimiliki oleh negara sehingga aktivitas Tergugat yang menggunakan Jalan Ex PT. XXX adalah
aktivitas yang tidak bertentangan dengan undang-undang manapun, tidak
juga bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
Kedua, tentang
kesalahan, Bahwa dalam aktivitas Tergugat menggunakan
Jalan PT. XXX sebagai jalur tranportasi
tidaklah pernah merusak Jalan PT. XXX , karena tidak ada satu itikad buruk
Tergugat dalam upaya merubah nilai dan
fungsi Jalan PT. XXX sehingga tidak
dapat digunakan. Bahwa Jalan PT. XXX adalah jalan yang dijadikan jalur umum bagi
tranportasi sehingga tidak hanya Tergugat yang melewati dan menggunakan Jalan PT.
XXX sehingga kausalitas antara Tergugat
yang melewati Jalan PT. XXX dengan
timbulnya kerusakan Jalan PT. XXX tidaklah
dapat diukur oleh karenanya tidak terdapat hubungan sebab akibat yang jelas.
Karena satu akibat dapat disebabkan oleh beberapa sebab.
Ketiga, tentang
kausalitas, Bahwa oleh karena tidak adanya perbuatan
Tergugat yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban
serta tidak adanya kausalitas antara perbuatan Tergugat dengan
kerusakan Jalan PT. XXX maka secara
hukum Tergugat tidak melakukan Perbuatan Melawan Hukum.
III.
TENTANG GANTI RUGI DALAM BENTUK SEWA.
Bahwa Tergugat
tidak pernah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap tanah jalan milik umum
seperti apa yang menjadi anggapan Penggugat dalam gugatannya.
Bahwa sewa
menyewa adalah satu bentuk perikatan yang timbul dari suatu kesesuai pendapat dan
kehendak antara dua pihak untuk melakukan tindakan hukum mengenai hal tertentu yang
akibat hukumnya memang dikehendaki oleh para pihak dan tidak bertentagan dengan
hukum.(vide Pasal 1320 KUHper)
Bahwa ganti rugi yang dimaksud merupakan satu akibat dari
Perbuatan Melawan Hukum yang akibatnya jelas tidak dikehendaki oleh para Pihak.
Bahwa oleh karena sewa menyewa dan ganti rugi yang timbul
merupakan dua bentuk perbuatan yang berbeda dimana ganti rugi lahir dari
perikatan yang ada dalam undang-undang sedang sewa menyewa adalah perikatan
lahir dari adanya persesuaian kehendak dalam sebuah tindakan hukum mengenai hal
tertentu yang akibatnya memang dikehendaki oleh para pihak dalam suatu
perjanjian.
Bahwa antara
Penggugat dan Tergugat tidak ada hubungan hukum apapun dalam hal ini tentang
kesepakatan perikatan untuk melakukan perjanjian sewa menyewa sehingga
pembebanan ganti rugi atas dasar sewa adalah dalil yang tidak berdasar dan
menyesatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar