Sabtu, 28 Maret 2015

OPINI

OPINION

PARA PIHAK.

PENGGUGAT (badan hukum perdata berbentuk perseroan terbatas, memiliki hak pengusahaan hutan yang bergerak dibidang ekspor kayu jenis meranti)

TERGUGAT PT. YYY.

RANGKUMAN POSITA PENGGUGAT  :
Bahwa Penggugat adalah badan hukum perdata berbentuk perseroan terbatas yang memiliki Hak Penguasaan Hutan (HPH) tahun 1974, yang oleh masyarakat dikenal dengan ex PT. XXX  bergerak dibidang ekspor kayu-kayu log jenis meranti., kemudian untuk memperlancar usahanya Penggugat membangun Jalan Loging yang dulunya dilewati Truck PT. XXX ., yang terbentang Horizontal ke arah Timur sampai ke tepi Sungai Lematang sebagai titik nol,  sepanjang 27.700 m (terbilang dua puluh tujuh ribu tujuh ratus meter) dengan Lebar sepangjang 20 m (terbilang dua puluh meter) yang lokasinya sekarang terletak di Desa Padang Bindu Kecamatan Benakat Kabupaten Muara Enim Propinsi Sumatera Selatan.
Bahwa ternyata Jalan PT. XXX ., dibangun diatas tanah milik Masyarakat Adat Marga Benakat oleh karenanya Penggugat harus melepas tanah dengan mengganti rugi tanam tumbuh dan gubuk milik masyarakat sebesar Rp. 1000/m2 (terbilang seribu rupiah per meter bujur sangkar).
Oleh karena penggugat merasa memiliki hak pengusahaan hutan yang lokasinya Ex PT. XXX , dan merasa membangun jalan loging truck PT. XXX  sepanjang 27.700 m (terbilang dua puluh tujuh ribu tujuh ratus meter) dengan Lebar sepangjang 20 m (terbilang dua puluh meter) dan pernah melakukan ganti rugi kepada masyarakat dalam rangka pemakaian tanah untuk pembagunan pelebaran jalan, maka seolah-olah Penggugat memiliki hak milik atas jalan, sehingga siapapun yang melewati jalan Ex PT. XXX ., harus minta izin dan membayar uang sewa kepada Penggugat. 
Bahwa Tergugat medapat hak guna usaha untuk membangun kebun kelapa sawit yang lahannya terletak di kanan-kiri Jalan PT. XXX  sepanjang 6.500 m (enam ribu lima ratus meter) sejak tahun 1996 oleh karenanya Tergugat dianggap melakukan perbuatan melawan hukum dan harus membayar ganti rugi atas pemakaian dan perusakan jalan Ex PT. XXX., dalam bentuk sewa yang dianggap milik Penggugat.
ISU HUKUM :
1.      TENTANG KEPEMILIKAN TANAH JALAN OLEH PENGGUGAT
2.      TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PEMAKAIAN TANAH JALAN.
3.      TENTANG GANTI RUGI DALAM BENTUK SEWA
ANALISA HUKUM
       I.            TENTANG KEPEMILIKAN TANAH JALAN PT. XXX.
DALAM KONSEP PEMEGANG HPH.
"Hak Pengusahaan Hutan" adalah hak untuk mengusahakan hutan di dalam suatu Kawasan Hutan yang meliputi kegiatan-kegiatan penebangan kayu, permudaan dan pemeliharaan hutan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan sesuai dengan Rencana Karya Pengusahaan Hutan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku serta berdasarkan azas kelestarian hutan dan azas perusahaan.(Pasal 1 ayat (1) PP 21 tahun 1970)
Pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah Badan Hukum Indonesia baik perusahaan negara, perusahaan swasta maupun perusahaan campuran yang didirikan berdasarkan hukum indonesia yang diberi hak Pengusahaan oleh Menteri Kehutanan melalui Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan sebagai izinnya yang berkewajiban melaksanakan pengusahaan hutan atas Areal Kerja Pengusahaan Hutan.
Pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) pada hutan alam masa orde baru hanya dilakukan melalui mekanisme permohonan kepada dirjen kehutanan dan guna menindak lanjuti permohonan tersebut dirjen kehutanan melakukan rapat khusus untuk mendapatkan penilaian dari Tim teknis pemberi IUPHHK (dahulu Tim Teknis HPH) yang dilanjutkan dengan dilakukannya Perjanjian Pendahuluan. Setelah melakukan perjanjian pendahuluan pemohon dan dirjen kehutanan melakukan survey areal yang hasilnya akan digunakan untuk menyusun Feasibility Report dan penetapan batas-batas.
Jika Feasibility Report yang diajukan Pemohon disetujui maka dilakukan Perjanjian antara pemohon dengan ditjen yang di sahkan oleh dirjen kehutanan, perjanjian ini disebut Forestry Agreement
(ICW:kertas kerja no. 6: evaluasi mekanisme perizinan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam dan hutan tanaman)
Dalam konteks Gugatan yang diajukan oleh Penggugat rol perkara No. --, dapat kita ketahui bahwa usaha untuk mendapatkan “Hak Pengusahaan Hutan” berdasarkan dalil Posita butir 1 (satu), dimulai Penggugat dengan melakukan aktivias survey areal seperti apa yang didalilkan dalam posita butir 2 (dua),
Sedang untuk memenuhi prasyarat awal dalam proses pengajuan “Hak Pengusahaan Hutan” yang akan dilampirkan dalam Feasibility Report guna Pengikatan perjanjian Forestry Agreement maka kemudian dibuat Rencana Karya Pengusahaan Hutan yang didalamnya mencantumkan salah satu rencana Pembangunan Jalan PT. XXX  yang terbentang horizontal mulai dari perbatasan sebelah Timur HPH PT. XXX  sampai ke tepi sungai lematang sebagai titik nol sepanjang 27. 700 m (dua puluh tujuh ribu tujuh ratus meter) dengan lebar 20 m (dua puluh meter).
Dalam posita butir 3 (tiga) dan butir 4 (empat) gugatan Penggugat menjelaskan proses pembangunan Jalan PT. XXX  yang dimulai dengan terlebih dahulu melepaskan hak masyarakat sampai pada pembangunan Jalan PT. XXX  oleh Penggugat.
Bahwa dalam dalil Penggugat pada posita butir 8 (delapan), yang pada pokoknya menyatakan “bahwa perbuatan Tergugat yang telah memakai dan merusak jalan PT. XXX  adalah perbuatan melawan hukum terhadap milik Penggugat” menunjukan dengan tegas dan jelas bahwa Penggugat mendalilkan Jalan PT. XXX  merupakan hak milik Penggugat.
Bahwa berdasarkan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan yakni : Dalam Kawasan Hutan dapat dibuka tanah baik untuk penanaman bahan makanan guna keperluan sendiri maupun untuk bangunan-bangunan, jalan-jalan darat dan air, jembatan-jembatan dan lain-lain yang langsung diperlukan dalam pelaksanaan pengusahaan hutan tersebut, satu dan lain sebagaimana tercantum pada Rencana Karya Pengusahaan Hutan.
Bangunan-bangunan, jalan-jalan darat dan air, jembatan-jembatan tersebut diatas menjadi milik Negara pada waktu Hak Pengusahaan Hutan berakhir. Memberikan aturan bahwa jika HPH yang dipegang oleh Penggugat berakhir maka sarana dan prasarana yang telah dibangun menjadi milik negara. 
Bahwa dalil Penggugat pada posita butir satu ada menyatakan kalimat “sekarang oleh masyarakat setempat dikenal dengan Ex PT. XXX “ yang secara eksplisit maupun emplisit dapat diketahui bahwa HPH dari PT. XXX  telah berahir oleh karenanya semua sarana dan prasarana termasuk Jalam PT. XXX  menjadi milik negara.
DALAM KONSEP PERSEROAN TERBATAS
Bahwa Penggugat merupakan Badan Hukum yang bergerak dibidang ekspor kayu-kayu log jenis meranti yang berlokasi di EX PT. XXX    sehingga menjadi kebutuhan dan kewajiban serta kewajaran kemudian jika Penggugat  membangun jalan yang dulunya merupakan jalan PT. XXX   
Bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial (vide Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1960 “UUPA”), sedang yang dimaksud dengan fungsi sosial tanah adalah penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari pada haknya hingga bermanfaat baik bagi yang mempunyai maupun bagi masyarakat dan negara
Bahwa penggunaan tanah yang diperuntukan sebagai jalan tranportasi merupakan satu implementasi dari konsepsi yang terkandung didalam pengertian dan penjelasan Pasal 6 UU. No. 5 Tahun 1960 “UUPA” tentang fungsi sosial tanah tersebut diatas, sehingga baik secara hukum maupun kepatutan Tergugat sama sekali tidak melakukan Perbuatan Melawan Hukum seperti apa yang didalilkan Penggugat.’
Bahwa walaupun Penggugat telah mendalilkan melakukan pelepasan hak tanah masyarakat yang diperuntukan bagi jalan dengan cara melakukan ganti rugi,  tetapi secara hukum Penggugat tidak mempunyai hak milik atas tanah yang saat ini dijadikan jalan, hal ini telah dijelasakan dalam ketentuan pasal 21 ayat 2 UUPA yakni “demikian juga pada dasarnya badan-badan hukum tidak dapat mempunyai hak milik atas tanah”. sehingga apa yang dalilkan Penggugat pada posita butir nomor 8 halaman 2 yang menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena telah memakai dan merusak jalan diatas milik Penggugat adalah dalil yang mengada-ada, tidak berdasar dan menyesatkan.
DALAM KONSEP HAK PENGELOLAAN TANAH
Bahwa jika dalil Penggugat dalam posita butir 8 (delapan), yang pada pokoknya menyatakan “bahwa perbuatan Tergugat yang telah memakai dan merusak jalan PT. XXX  adalah perbuatan melawan hukum terhadap milik PenggugatPendasaran hak milik pada “Hak pengelolaan tanah” sebagaimana Pasal 2 PMA No 9 /1965 menyatakan bahwa  ”Jika tanah negara selain dipergunakan untuk kepentingan-kepentingan instansi-instansi itu sendiri, dimaksudkan juga untuk dapat  diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan tersebut di atas dikonversi menjadi hak pengelolaan,  berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan instansi yang bersangkutan” maka dengan berahirnya HPH PT. XXX   mensyaratkan pula berahirnya Hak Pengelolaan Tanah Jalan PT. XXX  .
KESIMPULAN
Bahwa berdarkan uraian diatas dapat ditarik satu kesimpulan bahwa Jalan PT. XXX  sebagai sarana tranportasi yang digunakan setelah berahirnya HPH PT. XXX  menjadi milik negara, selain itu Badan Hukum dalam bentuk perusahaan tidak dapat memiliki hak milik atas tanah.
Bahwa berdasarkan kesimpulan tersebut diatas maka Penggugat tidak mempunyai Kompetensi dan kualitas untuk melakukan Gugatan ini.

    II.            TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PEMAKAIAN TANAH JALAN.
Perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan yang melanggar hak subjektif orang lain atau satu perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari pelaku baik telah diatur dalam undang-undang maupun yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban.
Perbuatan melawan hukum diatur dalam pasal 1365 BW memuat ketentuan sebagai berikut :
Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian”
Dari pengertian tersebut diatas dapat diketahui unsur-unsur PMH sebagai berikut :
1.      Perbuatan melawan undang-undang
2.      Harus ada kesalahan, syarat kesalahan ini dapat diukur secara objektif maupun subjektif.
3.      Harus ada kerugian yang ditimbulkan.
4.      Adanya hubungan causal antara perbuatan dan kerugian.
Berdasarkan uraian diatas dan jika dihubungkan dengan dalil Penggugat dalam posita butir nomor 8 halaman 2 yang pada pokoknya menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena telah memakai dan merusak jalan diatas milik Penggugat” dapat diuraikan sebagai berikut :
Pertama, tentang perbuatan melawan undang-undang, Bahwa Jalan PT. XXX  bukanlah milik Penggugat, melainkan jalan umum yang dimiliki oleh negara sehingga aktivitas Tergugat yang menggunakan Jalan Ex PT. XXX  adalah aktivitas yang tidak bertentangan dengan undang-undang manapun, tidak juga bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
Kedua, tentang kesalahan, Bahwa dalam aktivitas Tergugat menggunakan Jalan PT. XXX  sebagai jalur tranportasi tidaklah pernah merusak Jalan PT. XXX , karena tidak ada satu itikad buruk Tergugat dalam upaya merubah  nilai dan fungsi Jalan PT. XXX  sehingga tidak dapat digunakan. Bahwa Jalan PT. XXX  adalah jalan yang dijadikan jalur umum bagi tranportasi sehingga tidak hanya Tergugat yang melewati dan menggunakan Jalan PT. XXX  sehingga kausalitas antara Tergugat yang melewati Jalan PT. XXX  dengan timbulnya kerusakan Jalan PT. XXX  tidaklah dapat diukur oleh karenanya tidak terdapat hubungan sebab akibat yang jelas. Karena satu akibat dapat disebabkan oleh beberapa sebab.
Ketiga, tentang kausalitas, Bahwa oleh karena tidak adanya perbuatan Tergugat yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban serta tidak adanya kausalitas antara perbuatan Tergugat dengan kerusakan Jalan PT. XXX   maka secara hukum Tergugat tidak melakukan Perbuatan Melawan Hukum.
 III.            TENTANG GANTI RUGI DALAM BENTUK SEWA.
Bahwa Tergugat tidak pernah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap tanah jalan milik umum seperti apa yang menjadi anggapan Penggugat dalam gugatannya.
Bahwa sewa menyewa adalah satu bentuk perikatan yang timbul dari suatu kesesuai pendapat dan kehendak antara dua pihak untuk melakukan  tindakan hukum mengenai hal tertentu yang akibat hukumnya memang dikehendaki oleh para pihak dan tidak bertentagan dengan hukum.(vide Pasal 1320 KUHper)
Bahwa ganti rugi yang dimaksud merupakan satu akibat dari Perbuatan Melawan Hukum yang akibatnya jelas tidak dikehendaki oleh para Pihak.
Bahwa oleh karena sewa menyewa dan ganti rugi yang timbul merupakan dua bentuk perbuatan yang berbeda dimana ganti rugi lahir dari perikatan yang ada dalam undang-undang sedang sewa menyewa adalah perikatan lahir dari adanya persesuaian kehendak dalam sebuah tindakan hukum mengenai hal tertentu yang akibatnya memang dikehendaki oleh para pihak dalam suatu perjanjian.

Bahwa antara Penggugat dan Tergugat tidak ada hubungan hukum apapun dalam hal ini tentang kesepakatan perikatan untuk melakukan perjanjian sewa menyewa sehingga pembebanan ganti rugi atas dasar sewa adalah dalil yang tidak berdasar dan menyesatkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar